Memaafkan Tanpa Closure, Apakah Mungkin?
11 jam yang lalu - By Annisa
Pernah nggak sih, kamu jadi 'korban' kesalahan seseorang, tetapi tidak pernah mendengar kata maaf sama sekali? Terus, gimana? Bisa nggak kita benar-benar memaafkan seseorang yang bahkan nggak merasa bahwa dia perlu minta maaf? Atau sebenarnya, kita cuma butuh satu paragraf panjang penuh closure itu dulu biar bisa benar-benar move on? Yuk bahas soal pemaafan dari POV teori Psikologi Positif!
Kita bisa memaafkan tanpa closure, tapi ada syaratnya! Syaratnya, kita harus mau dan memilih untuk memaafkan. Kenapa? Karena pemaafan adalah proses yang melibatkan perubahan kognitif (cara berpikir), misalnya berhenti fokus pada kesalahan pelaku, dan perubahan afektif (cara merasa) terhadap seseorang yang telah menyakiti kita, misalnya mengubah perasaan dendam menjadi perasaan netral atau damai.
Dalam teori Psikologi Positif, menurut Process Model of Interpersonal Forgiveness Ernright, ada empat tahap utama dalam perjalanan pemaafan yang bisa bantu kita lepas dari rasa sakit. Yuk bahas satu per satu!
Tahap 1: Uncovering Phase (Menyadari dan Mengurai Luka)
Uncovering phase adalah tahap di mana kita melihat luka emosional kita secara objektif dan jelas. Apa yang terjadi denganku? Siapa yang melukaiku? Bagaimana kejadian ini berpengaruh ke kehidupanku? Proses ini seringkali tidak nyaman karena menimbulkan distress psikologis. Tetapi, seperti menyembuhkan luka fisik, langkah ini sangat penting untuk memulai penyembuhan kita.
Tahap 2: Decision Phase (Fase 'Sakit dan Lelah untuk Menjadi Sakit dan Lelah')
Di tahap ini kita mulai mengambil keputusan untuk mencoba memaafkan, bukan karena pelaku pantas dimaafkan, tetapi karena kita ingin berhenti merasa sakit dan lelah. Di sini, meski keputusan memaafkan masih bersifat ragu-ragu, kita sudah mulai memutuskan untuk berproses memaafkan.
Tahap 3: Work Phase (Memberikan Hadiah Moral berupa Pengampunan)
Bayangkan seseorang pernah menyakitimu dengan kata-kata kasar. Awalnya, kamu melihat mereka sebagai ââ¬Ëorang jahatââ¬â¢ yang sengaja mau melukai perasaanmu. Namun, ketika sampai di tahap ini, kamu mencoba berpikir lebih dalam, misalnya, ââ¬ÅKira-kira apa ya yang membuat dia bertindak seperti itu? Luka apa ya yang dia sebenarnya punya sampai dia melukai orang lain juga? Is it that hurt people, hurt people too?ââ¬Â
Dengan ini, bukan berarti kamu membenarkan perbuatannya, tetapi kamu mulai menggeser cara pandang dari ââ¬Ëdia sepenuhnya salahââ¬â¢ menjadi ââ¬Ëdia juga manusia biasa yang bisa melakukan salahââ¬â¢.
Tahap 4: Deepening Phase (Menemukan Makna yang Lebih Dalam)
Di tahap ini, terjadi transendensi di mana kamu mulai menemukan makna yang lebih dalam akan suatu kejadian dari sekadar label mental tertentu seperti baik/ jahat, menyenangkan/ tidak menyenangkan. Tahap ini memungkinkanmu terbebas dari ââ¬Ëpenjara emosionalââ¬â¢ berupa ketidakmampuan mengampuni.
Empat fase pemaafan tadi erat kaitannya dengan proses mental (kognitif-afektif). Hal ini menandakan bahwa memaafkan lebih berhubungan dengan proses internal, yaitu mengubah cara kita berpikir dan merasa, daripada hal-hal eksternal seperti closure, yang memungkinkan kita mengatasi rasa sakit tanpa harus bergantung pada tindakan atau permintaan maaf dari individu yang bersangkutan. Tidak mendapatkan closure tidak membuat kamu harus menyimpan dendam selamanya.